A Second Chance by Ad'hania Maulani



Halo semua! Saya Ad'hania. Ini cerita pertama yang saya posting di blog. Semoga bisa menemani waktu luang kalian semua. Kalian juga bisa request cerita apa yang akan saya posting selanjunya di kolom komentar ^^

Enjoy gaes! 

Usaha aja belum, masa udah nyerah duluan? -Viona Zahriel.

Viona Zahriel. Cewek jutek kelas X Ips-1 di SMA Taruna Negara ini termasuk cewek yang irit bicara. Viona tidak suka privasinya diusik, tidak suka bila ada orang yang ingin menyakiti sahabatnya dan dia sangat tidak suka diganggu saat sedang membaca. Satu lagi, Viona akan berubah menjadi orang yang paling bawel jika dia sudah kesal, bahkan jika dia sudah tak tahan lagi, dia tak segan mengeluarkan kata-kata pedas yang menusuk dan tanpa disadari dia bisa menyakiti hati lawan bicaranya.

Perlu diketahui juga bahwa Viona adalah salah satu cewek yang mudah risih bila terlalu dekat dengan seorang cowok dan ada rahasia dibalik semua itu yang Viona sembunyikan dari sahabatnya.

"Vioo liat pr dong!" ucap Karin—sahabat Viona.

"Berisik, usaha aja belum, masa udah nyerah duluan?" Viona tak mau memberikan tugas rumah yang telah dia buat dengan mudah. Karena Viona pikir itu akan menjadi kebiasaan buruk bagi sahabatnya.

Karin cemberut mendengar ucapan Viona, tapi tak urung Karin mengikuti ucapan Viona. Karin membolak-balik halaman buku di depannya untuk mencari jawaban yang tepat.

Sementara Viona tersenyum kecil melihat Karin yang mengikuti ucapannya.

Bel masuk telah berbunyi sedari tadi, tapi Reina—sahabat Viona yang lain, belum juga datang.

Tak lama kemudian, Reina datang sambil mengusap peluh di wajahnya.

Viona dan Karin sontak menatap Reina dan berucap, "Telat lagi?"

Reina mengangguk sambil terkekeh pelan. "Kali ini aku lolos lagi dari hukuman hehe."

"Kebiasaan," desis Viona pelan.

"Jangan marah dong, Vio. Besok gak telat lagi deh." Mata Reina menatap Viona melas.

Viona mengangguk sambil menatap lurus ke arah Reina, "Jangan diulangin lagi!"

Tiba-tiba Syila—teman sekelas Viona berteriak kencang, "Woy semuanya masuk, Bu Nadya udah mau sampe kelas nih!"

Setelah mendengar teriakan Syila, semua siswa dan siswi yang masih berada di luar kelas berlarian masuk ke dalam kelas.

Bu Nadya memasuki ruang kelas X Ips-1 seraya membawa tumpukan kertas di tangannya. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." jawab siswa-siswi kelas X Ips-1 dengan serempak.

"Oke, kali ini kita akan membahas materi yang harus dipelajari untuk persiapan ulangan kenaikan kelas, minggu depan. Nah Ibu akan memberikan kalian kisi-kisinya, tolong dipelajari dengan baik." Bu Nadya memberi kode kepada Viona untuk maju ke depan.

Viona mengerti dan maju ke depan untuk membagikan kisi-kisi ulangan.

Terdengar suara memekik dari Syila saat Viona telah selesai membagikan kisi-kisi.
"Susah banget ya ampun. Bu gak ada yang lebih mudah gitu materinya?" pekik Syila.

Bu Nadya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Syila, "Itu udah gampang lho, kamu belum baca semua aja udah protes."

"Tau nih Syila, ini gampang tau, kamu mah emang semua pelajaran dibilang susah. Usaha dulu baru protes!" Kavin adalah salah satu cowok di kelas ini yang bisa dibilang normal tingkahnya, walaupun dia suka banget menggoda Syila, entah apa yang telah Kavin lakukan pada Syila hingga membuat Syila merasa kesal jika melihat wajah Kavin.

"Berisik kamu, gak usah nyambung omongan aku deh!" Syila melirik Kavin sinis.

Kavin malah terkekeh mendengar ucapan Syila.

Walaupun Viona orang yang irit bicara, tapi Viona termasuk orang yang selalu mengamati keadaan  lingkungan di sekitarnya. Jadi walaupun Viona tidak berbicara, dia pasti tau apa yang telah terjadi di sekitarnya.

•••

Jangan terlalu santai dalam menghadapi sesuatu, karena sesuatu yang dianggap remeh bisa menjadi hal yang sulit diperoleh.

Viona berdecak pelan, merasa kesal karena sedari tadi Reina dan Karin tak henti mengganggu dirinya yang sedang membaca, menurut Viona buku di hadapannya lebih menarik dibandingkan ocehan sahabatnya yang sedang meributkan sosok kakak kelasnya yang bernama Ferdian Orlando.

Apa sih bagusnya liatin dia? Mending juga belajar buat materi minggu depan! Batin Viona kesal.

"Vioooo ihhh ..., itu liat dulu Kak Ferdian keren banget." Karin menoel-noel lengan Viona.

"Karin kamu berisik, tau gak? Aku lagi gak mood liat cogan sekarang! Materi ini lebih penting dan harus dipelajari dari sekarang biar pas ulangan aku gak kaya orang linglung!" Viona melepaskan tangan Karin dari lengannya.

Reina terkekeh kecil melihat Karin yang tak berhasil menggoda Viona, akhirnya Reina ikut mengusili Viona yang terlalu serius saat membaca.

"Viona sayang, ini tuh pemandangan yang gak boleh dilewatkan, kamu yakin gak mau liat Kak Ferdi main sepak bola? Dia keren banget tau. Apalagi sekarang dia pake kemeja gitu, terus pake jeans, aduh pokoknya sayang banget kalo kamu gak mau noleh bentar aja. Jangan terlalu serius gitulah Vi kalo belajar, emang kamu gak kasian sama otak kamu? Kasian otak kamu butuh refreshing, jangan diajak mikir mulu dari tadi." Reina terus mengoceh sampai telinga Viona panas mendengarnya.

Viona akui, dirinya kadang tak jauh berbeda dari sahabatnya yang senang melihat cowok ganteng di sekolahnya, tapi lain halnya jika Viona sudah berurusan dengan mata pelajaran. Seakan dirinya sangat maniak dalam pelajaran, tak ada yang bisa mengalihkan perhatiannya saat melihat cowok ganteng selain pelajaran.

"Rei, kamu ngapa jadi berisik juga sih?! Aku tuh cuma mau fokus belajar, lagian otakku ini gak akan meledak karena terlalu banyak berpikir," ucap Viona.

"Jangan terlalu banyak pikiran juga Vi, lagian kalo ulangan kita masih bisa pake sistem kebut sehari atau liat yang lain kalo gak ngerti," usul Karin yang disetujui oleh Reina.

"Aku tau maksud kalian itu baik, tapi maaf aku masih mau berusaha, gak kaya kalian yang sukanya terima jadi. Dan harus kalian inget, gak selamanya kalian bergantung pada orang lain. Kalian harus mandiri, kalo masih remaja aja udah nyontek mulu, kapan kalian majunya?" Viona menatap Reina dan Karin dengan kecewa.

"Viona, aku sama Reina cum..." belum sempat Karin melanjutkan ucapannya, Viona malah memotong ucapan Karin.

"Rin, Rei kalian harusnya ngerti, aku paling gak suka diusik kalo lagi serius. Dan inget ini baik-baik, kalian terlalu meremehkan sesuatu, jangan sampe kalian nyesel. Aku cuma nasihatin kalian sebagai sahabat. Satu lagi, jangan terlalu santai dalam menghadapi sesuatu, karena sesuatu yang dianggap remeh bisa menjadi hal yang sulit diperoleh." Setelah itu Viona beranjak keluar kelas, meninggalkan kedua sahabatnya yang tercenung mendengar ucapannya.

•••
Terlihat damai, nyatanya janggal.
Terlihat tenang, nyatanya gelisah.
Terombang-ambing bagai kapal di atas lautan.
Hidup ini tidak mudah, banyak pengorbanan yang harus dilakukan.
Walau nantinya tak seindah yang dibayangkan.

Dika mengusap peluh di dahinya. Sehabis bermain basket memang melelahkan, tapi itu menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Sebenarnya hati Dika selalu gelisah sejak dia meninggalkan seseorang tanpa memberikan kabar tentang kepergiannya. Waktu itu dia tak sempat memberikan kabar karena kondisinya tidak memungkinkan.

Tiga tahun lalu, Dika mengalami kecelakaan yang membuat dirinya koma dan terkena amnesia ringan. Dika kehilangan beberapa memorinya, salah satunya dia melupakan nama gadis yang ditinggalkannya. Seingatnya usia gadis itu berbeda 1 tahun di bawahnya.

Saat Dika hendak berpamitan pada gadis itu, tiba-tiba ada truk yang menyerempetnya, kepala Dika terbentur cukup keras dan setelah itu dia langsung tak sadarkan diri, saat terbangun dari koma, Dika kebingungan melihat keadaan sekitar berbeda tak seperti biasanya. Dika merasa asing dengan tempat yang ada di sekitarnya. Dan benar saja, ketika sadar, dia telah berada di negara lain, yaitu Prancis.

"Woy Dik, istirahat dululah!" ajak Rian—sahabat Dika.

"Oke, kalo gitu saya ke kantin duluan ya."

"Oke, bro."

Dika berjalan meninggalkan lapangan basket menuju kantin. Saat hendak menuju kantin dia melihat adik kelasnya, Viona. Dika menghampiri Viona yang terlihat kesal.

"Oi Vi!" panggil Dika.

"Eh iya Kak, kenapa ya?" tanya Viona bingung.

"Kantin bareng yuk?" ajak Dika.

"Boleh."

Sampai kapan aku harus berpura-pura seperti ini? Dan kapan kamu inget tentang aku? Viona meringis dalam hati.

Sudah satu tahun belakang ini Dika bertegur sapa dengan Viona. Bahkan mereka bisa dibilang akrab. Di awal pertemuan mereka Viona benar-benar kesal melihat Dika yang muncul kembali tanpa rasa bersalah. Tapi setelah mengetahui Dika mengalami amnesia ringan, Viona berusaha memahami keadaan Dika.

Ada satu hal yang membuat Viona nyaman berada dekat dengan Dika, yaitu Dika yang selalu memahami setiap situasi yang sedang Viona alami.

Dulu sebelum Dika mengalami amnesia, Dika pernah membuat kesalahan yang sama seperti sekarang ini. Bedanya adalah saat itu Dika melupakan Viona karena paksaan seseorang. Kala itu Viona sebenarnya enggan memberikan Dika kesempatan, jika bukan karena nasihat dari Karin, Viona mungkin tak akan pernah memberikan Dika kesempatan.

Terkadang realita tak seindah ekspetasi, dulu Viona yakin Dika tak akan pernah melupakannya lagi. Tapi nyatanya? Dika bahkan tak mengingat dirinya lagi sekarang.

Saat Viona masih asik dengan pikirannya sendiri, Dika malah bingung melihat Viona yang masih diam. Dahi Dika berkerut menatap Viona, Vio kenapa deh, kok kaya banyak pikiran gitu ya?

"Vi kamu kenapa?" tanya Dika khawatir.

"Enghh ..., aku gak apa kok, Kak." Viona buru-buru mengubah mimik wajahnya.

"Entah kenapa kalo aku liat kamu, aku ngerasa familiar sama wajah kamu." Dika menatap lurus ke arah Viona.

"Kenapa?"

"Iya, wajah kamu itu mirip banget sama cewek yang ada di masa lalu aku. Tapi sayang aku lupa nama dia."

Cewek itu aku, Kak! Batin Viona menjerit.

•••

Jika memang benar kepercayaanmu telah runtuh, bisakah aku mendapatkan kesempatan kedua?

Setelah makan siang bersama Dika tadi, Viona kembali menuju kelasnya. Sesampainya di dalam kelas Viona langsung duduk di kursinya lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi.

"Rei, minta maaf yuk ke Vio," ajak Karin pada Reina.

Reina melirik ke arah Viona sekilas lalu menatap Karin sambil mengangguk.

Karin dan Reina menghela napas sebentar sebelum menghampiri Viona.

"Vio?" panggil Karin.

Viona menoleh ke arah suara tersebut, "Hm?"

"Um ..., aku sama Karin mau minta maaf sama kejadian tadi, kamu masih marah ya? Kasih kami kesempatan kedua, boleh?" Jujur saja, Reina gugup jika berhadapan dengan Viona yang sedang marah.

"Kenapa harus minta maaf? Kalian gak ada salah kok sama aku, aku juga gak marah sama kalian, tapi aku kecewa sama sikap kalian. Dan kalian aku kasih kesempatan kedua, tapi tolong jangan kecewain aku lagi." Viona tersenyum simpul mengakhiri kalimatnya.

"Iya kami janji, tapi kamu serius Vio? Kamu gak bercanda kan?" Mata Karin dan Reina berbinar senang.

Viona mengangguk sambil tersenyum.

"Alhamdulillah masalah selesai," ucap Karin dan Reina serempak.

•••

Jadi kamu beneran mau maafin aku? Bahkan setelah aku berbohong padamu?

Dika berlari mengejar Viona yang telah keluar gerbang sekolah, "Vio tungguin aku!"

Viona merasa ada yang memanggilnya lalu menoleh ke arah belakang, terlihat Dika tengah berlari menghampirinya, "Kenapa Kak?"

Dika mengatur napasnya sebelum menyampaikan tujuannya. "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi bukan disini. Kita ke cafe deket sini aja ya."

Viona mengangguk menanggapi ucapan Dika. Setelah sampai di cafe, Viona berinisiatif membuka pembicaraan.

"Kakak mau ngomong apa?"

"Aku mau ngaku sama kamu." Dika berusaha menetralkan suasana cafe yang tiba-tiba terasa awkward.

Dahi Viona berkerut bingung, "Ngaku apa Kak?"

"Sebenarnya aku udah inget siapa kamu."
Jantung Viona bergemuruh ketika mendengar ucapan Dika.

"Kamu adalah sahabatku dan juga Cinta pertamaku yang sempat aku lupakan. Sebenarnya aku sudah mengingat semuanya 3 bulan yang lalu, tapi aku sengaja membiarkan dirimu terus menunggu karena aku ingin melihat bagaimana cara kamu menghadapi aku yang lupa ingatan. Maafin aku ya?" Dika mencoba membaca raut wajah Viona yang terlihat datar.

Setelah lama terdiam, akhirnya Viona membuka suara. "Jadi kamu udah inget aku dari 3 bulan yang lalu, dan kamu malah diam aja? Dan setelah seenaknya bohongin aku, kamu dengan entengnya minta maaf sama aku?"

Raut wajah Dika langsung berubah ketika mendengar ucapan Viona, Dika merasa bersalah. "Jadi kamu gak mau maafin aku?"

"Menurut kamu sendiri gimana?" Nada suara Viona terdengar tenang tanpa emosi, dan itu malah membuat Dika tegang.

"Kasih aku kesempatan kedua buat perbaiki kesalahan aku, Vi. Please?" pinta Dika melas.

Tiba-tiba saja Viona terbahak melihat ekspresi Dika, Dika bingung karena Viona malah terbahak setelah mendengar ucapannya.

"Aduhh ternyata kamu bisa kena tipu juga ya, aku cuma bercanda kali, kamu serius banget nanggepinnya haha." Viona terkekeh kecil.

"Oh aku ditipu nih? Kamu balas dendam sama aku? Kamu harus dikasih pelajaran!" Dika langsung menarik hidung Viona.

"Pft ..., lep...ass..innn!" Viona mencoba melepaskan tangan Dika dari hidungnya, setelah terlepas Viona langsung mencubit lengan Dika dengan kencang.

"Sshhh... Tenaga kamu badak banget sih kalo urusan nyubit! Noh langsung merah lengan aku," desis Dika.

"Biarin, emang enak!"

Ketika Viona hendak mencubit lengan Dika lagi, Dika dengan gesit menangkap tangan Viona lalu menggenggamnya erat.

"Kak Alva apaan sih? Lepasin tangan aku." Viona berusaha melepaskan tangannya yang digenggam Dika.

Dika menatap dalam mata Viona, Viona jadi salah tingkah sendiri. "Jadi gimana sama hubungan kita?"

"Hah?" Mata Viona membelalak kaget.

"Iyaa hubungan kita gimana, mau naik pangkat atau tetep sahabat?" tanya Dika sambil menaikkan satu alisnya.

Viona hanya mengangguk menjawab pertanyaan Dika.

"Maksud dari ngangguk itu apa?" goda Dika.

"Kamu udah tau jawabannya!" Viona memalingkan wajahnya, malu.

"Itu kenapa mukanya merah gitu ya?" Dika masih saja gencar menggoda Viona.

"Kak Alva!!!"

Dika tertawa melihat Viona yang kesal sendiri. "Ciee masih inget aja panggilan kesayangannya."

"Ingetlah! Emangnya aku kaya kamu yang pikun!"

"Iya Dika Alvadion emang pikun. Tapi kamu tetep di hati kok." Dika berucap dengan santai tanpa peduli efeknya terhadap Viona.

"Apa sih? Gak nyambung banget!"
Dika tersenyum manis, "Gak apa kalo gak nyambung, yang penting aku sama kamu nyambung mulu."

Viona jadi ingin menenggelamkan diri rasanya!

"Apaan sih? Receh banget tau gak!"

Dika menatap Viona intens, "Makasih kamu mau kasih aku kesempatan kedua, Vi. Aku gak tau gimana nasib aku sekarang, kalo kamu gak mau maafin aku dan kasih aku kesempatan lagi."

Viona cemberut lalu berucap, "Kamu tuh apaan deh? Jangan melow gini deh, gak pantes banget sama muka kamu yang agak sangar itu."

"Muka aku emang sangar kok, tapi tenang, hati aku ini selembut kapas," ucap Dika pede.

Viona terbahak, "Narsis banget kamu!"

"Oh iya kamu belum jawab pertanyaan aku tadi, nasib aku gimana kalo kamu gak mau maafin aku?" Dika memasang wajah sedih yang dibuat-buat.

Viona mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar dan sepolos mungkin. "Emang yang tadi itu pertanyaan ya?"

"Iyaaa Onaaaaku. Kamu tuh ya!" Dika mencubit pipi Viona dengan gemas.

"Ya udah aku jawab nih ya. Kan tadi kamu nanya, nasib kamu gimana kalo aku gak maafin kamu. Jawabannya ya nasib kamu jadi jomblo lah! Gitu aja pake nanya!" ucap Viona sambil tertawa.

"Jahat!" Dika cemberut sambil memalingkan wajahnya dari Viona.

"Ngambek? Udah ah aku mau pulang, cape pengen istirahat. Dah Kak Alva, kamu disini ajak ya, biar nanti dikira jomblo." Viona bangun dari duduknya lalu meninggalkan Dika.

"Onaaa ih tungguin, masa pacarnya ditinggal sih?!" Dika berlari mengejar Viona yang telah menjauh.

Terkadang cinta tak perlu diungkapkan, cukup dengan tindakan saja, itu lebih berarti.

#Tamat

Any request?

Komentar